Senin, 25 Februari 2013

Menag: Penting Keterlibatan PT Memecahkan Masalah Sosial


Malang (Pinmas) —- Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, pihaknya belum menyaksikan keterlibatan perguruan tinggi (PT), baik sendiri maupun bersama-sama, dalam memberikan rekomendasi yang didasari atas studi multidisiplin dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memecahkan masalah nasional.
Padahal, masalah sosial dan keagamaan terus bermunculan, seperti korupsi, tawuran, kekerasan atas nama agama, narkoba hingga garis keras Islam transnasional yang meresahkan masyarakat.
Hal ini disampaikan Menag saat menyampaikan orasi ilmiahnya dalam Rapat Terbuka Senat UIN MALIKI Malang di Auditorium UIN Malang, Sabtu (23/2). Hadir dalam kesempatan ini, Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, KH. Maemun Zubair, KH. Slamet Efendi Yusuf, pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kemenag, para Kakanwil Kemenag Provinsi, serta para tokoh pendidikan, akademisi, dan politik nasional.
Menag memperoleh gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari UIN Malang dalam bidang Epistemologi Kajian Islam Indonsia. Dalam sidang terbuka ini, Menag menyampaikan orasi ilmiah bertajuk , Epistemologi Kajian Islam Indonsia: Memperluas Horizon Kajian Islam, Menjawab Tantangan Perubahan.
“Kita belum menyaksikan keterlibatan PT, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dalam sebuah upaya untuk dapat memberikan rekomendasi yang didasari atas studi multidisiplin yang mendalam secara akademik dapat dipertanggungjawabkan untuk memecahkan masalah nasional tersebut,” kata Menag.
Menurut Menag, keterlibatan yang belum terlihat itu terlebih dalam bentuk desain besar (grand design) kebangsaan yang bersifat komprehensif secara sistematis, terukur, dan terevaluasi secara periodik. Hal ini merupakan kerja besar yang harus melibatkan semua pihak dari interdisiplin, multidisiplin, dan bahkan lintas disiplin keilmuan. “Inilah barangkali salah satu argumen perlunya kita melakukan reorientasi studi keislaman di lingkungan PT Islam,” tambahnya.
Sebab, lanjut Menag, Islam yang dikaji dari sisi normatif saja tentu tidak akan pernah memadai hingga menyentuh sampai pada persoalan-persoalan kekinian yang mendasar.
Menag juga menegaskan bahwa kualitas PT Islam masih memerlukan usaha yang lebih serius, sistematis dan terukur agar kualitas proses pendidikan semakin baik. Ke depan, arah pengembangan PT Islam diharapkan menemukan celah dari tiga model PT yang selama ini berkembang, yaitu: “teaching university, research university, dan entrepreneur university”.
Ketiga model tersebut dipilih dan atau dikombinasikan untuk dijadikan arah pengembangan PT Islam ke depan. Seluruh PT Islam, menurut Menag, harus saling berpacu meningkatkan kualitas khas dengan mengarahkan kepada salah satu penggabungan dari model di atas. “Dengan kualitas yang khas ini, PT Islam akan dapat menjawab tantangan dan problem kekinian yang semakin besar dan dinamis,” tegas Menag.
Klaim kebenaran
Dalam orasi ilmiahnya, Menag juga menyinggung persoalan dewasa ini di mana sering ditemui pada sebagian orang Islam yang melakukan klaim-klaim kebenaran yang membuat Islam bingung. Bisa jadi, hal ini merupakan bukti pemahaman keislaman mereka berbasis ideologi Islam yang diusung dari luar. Mereka ingin menancapkan ideologi berhaluan keras dan berusaha meleyapkan budaya dan tradisi bangsa ini.
“Mereka ingin menggantinya dengan budaya dan tradisi asing, tetapi diklaim sebagai budaya dan tradisi Islam. Padahal, Islam di Indonesia dikenal sebagai Islam yang lembut, toleran, dan penuh kedamaian sebagaimana yang pernah ditulis Newsweek (23/9/1996) bahwa Islam di Indonesia sebagai Islam with a smiling face,” kata Menag.
Bangsa Indonesia tidak boleh terjebak oleh pandangan sekelompok masyarakat yang mencoba memperjuangkan Islam dengan cara-cara kekerasan. Sebab, mereka tidak saja menolak budaya dan tradisi yang selama ini menjadi bagian integral kehidupan bangsa, tetapi juga menjadikan umat Islam dengan mudah tertuduh/dituduh kafir atau murtad hanya karena tidak sepaham dengan ideologi gerakan mereka.
Kelompok radikal seperti ini mungkin mengerti Islam, tetapi pengertian mereka tidak sampai pada substansi ajaran Islam itu sendiri. “Barangkali kita sendiri pun belum mampu menerjemahkan secara tepat kebenaran ajaran Islam antara ultimate values dalam Islam dengan kondisi sekarang yang memerlukan penerjemahan secara tepat dan kontekstual. Tetapi ada satu hal yang harus dipahami bersama, bahwa bahasa Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi rahmatan lil alamin,” tegas Menag. (ess)
Sumber: http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=120486

 

Berita Terkait Lainnya